Tuesday, March 23, 2010

Point Blank in Linux (OpenSuSE 11.2)

Baru saja saya coba memasang game online Point Blank di OpenSuSE 11.2. Tentunya masangnya di atas wine. Untuk proses instalasi sih tidak ada masalah. Cukup jalankan perintah:
$~: wine /path/to/PBsetup.exe
dan seluruh proses instalasi berjalan dengan baik dan lancar.

Sampai akhirnya eksekusi permainan. Langsung eksekusi dari Kickoff | Applications | Wine | Programs | PointBlank Online | Pointblank. Sampe ke window untuk update berhasil. Lalu saya lakukan update sesuai perintah.


Sampai akhirnya proses update selesai. Maka kalimat "You can start the game now" pun muncul. Dan saya tekan tombol "Start" sesuai arahan. Tapi yang muncul justru permintaan lagi untuk menekan tombol "Check".



Jika saya tekan tombol "Check", maka keadaan di atas akan berulang terus menerus karena saat muncul gambar terakhir, tombol "Start" tidak bisa ditekan. Jadi sampai di sini saja perjalanan proses percobaan Point Blank di OpenSuSE 11.2. Jika ada yang berkesempatan mampir di blog ini dan tau solusi dari masalah ini boleh dong di sharing.

Saya yakin jika ada yang bisa bantu menyelamatkan permasalahan ini akan sangat bermanfaat bagi khalayak ramai. Dan jika saya sudah menemukan solusinya pasti akan saya share lagi di sini. Terima kasih, marii...

Sunday, March 14, 2010

Simple != Easy

Mungkin anda pernah membaca slogan berikut:
"Arch Linux, a lightweight and flexible Linux® distribution that tries to Keep It Simple."
Atau kata-kata yang sering muncul:
"It's easy to use"
Keyword dari dua kalimat di atas adalah "simple" dan "easy", yang dalam bahasa Indonesia berarti "sederhana" dan "mudah". Kebanyakan orang mungkin akan menyatakan bahwa jika sesuatu itu sederhana maka ekuivalen dengan kemudahan. Padahal menurut saya itu cukup berbeda.

Hal ini sering saya temukan di milis-milis maupun forum-forum yang saya ikuti yg ada hubungannya dengan penggunaan teknologi open source atau free software. Maksud saya menulis ini hanyalah ingin menjernihkan pengertian akan kederhanaan/simplicity dan easy/kemudahan agar tidak membingungkan orang-orang baru/newbie.

Seperti definisi simple yg dianut arch linux, bahwa kesederhanaan/simplicity itu adalah 'tanpa tambahan, modifikasi, atau kerumitan yang tidak perlu', dan menyediakan struktur dasar UNIX-like ringan yang mengizinkan pengguna untuk membentuk sistemnya sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Singkatnya, elegan, pendekatan minimalis.

Dengan definisi di atas, maka kemudahan bukanlah menjadi kunci utama dalam kesederhanaan yang didefinisikan dalam Arch Linux. Itulah kenapa Arch Linux ditujukan untuk pengguna dengan level kemampuan menengah ke atas. Karena Arch tidak menjadikan kemudahan itu sebagai bumbu utama dalam kesederhanaannya.

Sedangkan mudah atau easy atau kemudahan, lebih menyangkut aspek non teknis. Seperti pada seseorang yang baru saja menggunakan komputer, dibutuhkan antarmuka yang mudah untuk orang tersebut operasikan. Padahal sebenarnya, sistem dalam komputer tersebut tidaklah sesederhana seperti yang ditampilkan. Tetapi, pengguna tidak perlu mengetahui mengenai sederhana atau tidaknya sistem komputer tersebut, yang penting pengguna mudah menggunakannya.

Dari pengertian saya di ataslah, saya berusaha memisahkan kedua poin ini dalam setiap kesempatan yang ada. Seperti saat seseorang bertanya, "enaknya saya pake distro apa yah?". Maka saya akan menjawab sesuai dengan kebutuhan orang tersebut. Dengan terlebih dahulu ditanyakan bagaimana status kemampuannya di linux itu sendiri. Jika orang tersebut awam dan inginkan kemudahan, maka saya akan merekomendasikan distro-distro seperti Ubuntu, OpenSuSE atau BlankOn. Sedangkan jika orang tersebut ingin mengetahui lebih dalam tentang linux dan ingin sistemnya dikustomisasi menjadi sesederhana mungkin sesuai kebutuhannya, maka saya akan rekomendasikan distro-distro seperti Arch Linux atau Gentoo.

Saya harap dengan adanya tulisan ini, para pengguna awam dapat memahami lebih mengenai istilah-istilah yang sering digunakan dalam dunia komputer, linux, dan free/open source.

Thursday, March 4, 2010

Local Apps di Kiwi-LTSP

Masih berlanjut dari hari kemarin mengenai implementasi LTSP di OpenSUSE menggunakan Kiwi-LTSP. Hari ini semua sudah up and running. Namun, masalah berikutnya adalah bagaimana cara agar localapps di client dapat menggunakan akses internet. Sampai detik ini langkah-langkah di dua situs berikut sudah dilaksanaken, tapi masih nihil hasilnya:
[0] http://en.opensuse.org/LTSP/Configuration/Network
[1] http://en.opensuse.org/LTSP/Troubleshooting
Tujuan sebenarnya adalah untuk mencoba billing warnet yg berbasis web seperti BiOS Baliwae [3] untuk jalan. Mungkin aja dengan cara localapps ini billing tsb dapat dijalankan. Kalaupun tidak berhasil fallback-nya menggunakan gbilling atau cclfox. Sebenarnya yg sudah terbukti jalan di sistem LTSP baru cclfox saja, sedangkan gbilling harus menjalankan aplikasinya sebagai localapps jg. Oleh karena itu, tidak ada salahnya mencoba localapps ini.

Tunggu berita selanjutnya dari hasil oprek-oprekan saya. Semoga bermanfaat

[3] http://en.opensuse.org/LTSP/Troubleshooting

Wednesday, March 3, 2010

LTSP dengan Easy-LTSP

Mungkin anda tidak akan menemukan tulisan tentang bagaimana menggunakan dan instalasinya di sini. Tulisan ini hanya sedikit sharing dari saya setelah berhasil setup LTSP dengan Kiwi-LTSP dan Easy-LTSP di OpenSuSE. Dari link-link yang terdapat di website opensuse, dua link berikut ini yang saya gunakan dalam setup kali ini: http://www.youtube.com/watch?v=NCDfnImh67E dan http://en.opensuse.org/LTSP/Quick_start/Easy-LTSP

Masalah yang muncul setelah instalasi adalah client tidak bisa login. Pesan kesalahannya rada lupa juga, cuma inget ada tulisan "port 22: Connection refused" di bagian belakang, dan ada tulisan soal ssh di awalnya. Awalnya cukup bingung, saya coba masukkan semua user ke dalam grup sshd, tapi memang mungkin salahnya saya tidak restart lagi servernya (hihii jd malu :P). Dan memang ternyata masalah hanya pada sshd tadi. Dan cukup menjalankan perintah (sebagai root):
:~# service sshd start
dan hoorrayy!! Client dengan lancar masuk ke lingkungan desktopnya.

Karena saya setup ini untuk warnet maka masalah selanjutnya adalah billing yang support untuk LTSP. Sebelumnya warnet ini menggunakan CCLFOX sebagai billingnya. Saya coba mencari lagi billing yang dapat support ke sistem jaringan LTSP, namun sepertinya belum dapat yang pas. Dan akhirnya musti balik ke CCLFOX lagi ini kayaknya. Doakan agar instalasi billing ini berjalan lancar! ^_^y

Wednesday, February 17, 2010

Instalasi VMware-Player 3.0 di Arch Linux

Ini merupakan sebagian hasil translasi dari ArchWiki dan pengalaman saya tentang topik ini.


Unduh berkas VMware-Player-xxx-xxx..bundle dari website VMware dan simpan ke direktori manapun yang kita suka. Sebagai root:
# mkdir -p /etc/rc.d/vmware.d/rc{0,1,2,3,4,5,6}.d
Dari direktori aktif kita saat ini pindah ke direktori tempat kita menyimpan berkas VMware tadi. Lalu ganti mode berkas .bundle agar dapat dieksekusi.
# chmod +x VMware-Player-xxx-xxx..bundle
Lalu eksekusi berkas tersebut.
# ./VMware-Player-xxx-xxx..bundle
Saat diminta untuk System Service Runlevels jawab:
/etc/rc.d/vmware.d/
Jika ada pesan "/etc/rc.d/vmware.d is not an init directory", buat direktori init.d:
# cd /etc/rc.d/vmware.d
# mkdir init.d
Untuk System Service Scripts gunakan:
/etc/rc.d
Langkah terakhir melakukan instalasi.

Setelah instalasi selesai maka VMware sudah dapat dijalankan. Namun, pada mesin Arch, kernel header belum terinstall, sedangkan VMware membutuhkannya. Oleh karena itu, pasangkan dulu kernel header yang sesuai dengan kernel yang ada pada sistem Arch kita.
# pacman -S kernel26-headers
Kita tidak perlu melakukan konfigurasi ulang modul kernel secara manual setiap kali kita melakukan update kernel. VMplayer akan melakukannya untuk kita saat memulainya.

Bahkan, vmware-config.pl sudah tidak ada. Jika kita butuh melakukan konfigurasi ulang modul kernel secara manual, lakukan (sebagai root):
# /usr/bin/vmware-modconfig --console --install-all
Akhirnya selesai. Kita bisa mulai gunakan VMware-Player. Mari kita mulai belajar tentang virtualisasi ;-)

Saturday, February 13, 2010

ULW Week #1

Unikom Linux Week #1 sudah berjalan 1 minggu, dan telah tampak antusiasme dari pemuda-pemuda Unikom yang memadati setiap kelas yang diadakan. Walau harus sedikit kecewa untuk 2 sesi pada hari selasa karena sesi #1 (OpenOffice.Org Workshop) murni hanya panitia yang menjadi audiens, sedangkan sesi #2 tidak jelas alasannya sang pembicara tidak kunjung datang, mungkin ada sedikit keraguan dari sang pembicara pada acara ini sendiri (who knows?). Secara umum, walaupun peserta hampir semua adalah mahasiswa Unikom, acara ini dapat dikatakan sukses. Dan bagi KLuB pribadi acara ini menjadi pembuktian awal dari pemerintahan baru yang saya pimpin.

Output utama yang diharapkan dari acara ini adalah bertambahnya anggota komunitas, baik itu KLuB secara umum maupun pembentukan KSL di lokal Unikom. Dengan persiapan KLuB menuju markas baru diharapkan dengan semakin bertambahnya anggota dapat lebih menyemarakkan kegiatan-kegiatan yang akan diagendakan KLuB untuk tahun ini. Agendanya sendiri baru akan dibahas sore ini sekalian KLuBing.

Oke dilanjutkan lagi nanti laporan KLuBing hari ini. Sukses selalu komunitas Linux Indonesia!!

Tuesday, February 9, 2010

Rilis KDE Software Compilation 4.4.0 paklek!!


Baru saja KDE Community mengumumkan bahwa KDE Software Compilation versi 4.4.0 telah dirilis. Beritanya bisa langsung diakses dari sini.
http://kde.org/announcements/4.4/images/general-desktop.jpg
Dari halaman itu, dapat ditemukan link untuk download source code-nya dan kemudian di compile. Untuk paket-paket binary baru tersedia untuk Fedora, Gentoo, Kubuntu, dan OpenSUSE. Well, baru 4 distro itu yang tercatat di halaman info KDE. Saya menggunakan Arch Linux dan baru saja saya cek ke repo belum ada update. Tapi saya yakin Arch juga tidak akan lama lagi merilis KDE versi terbaru ini di repo. You know lah prinsip Arch, long live bleeding edge!!